30 Desember 2008

SEKITAR SHALAT JUM'AT

1. Adzan dua kali
Pada zaman Rasulullah Adzan shalat Jum'at hanya sekali, yaitu ketika Khatib telah naik ke atas mimbar dan duduk. Muadzin malaksanakan adzan di depan khatib. Ketika zaman Utsman bin Affan karena banyaknya umat Islam di kota Madinah, maka beliau menganjurkan adzan pertama untuk tujuan mengingatkan kepada penduduk Madinah akan masuknya waktu shalat Jum'at, agar mereka bergegas ke Masjid. (H.R. Bukhari, Baihaqi dll). Pendapat Usman ternyata tidak ditentang para sahabat lain yang ada saat itu, sehingga ini merupakan Ijma' Sahabat.
عن الزهري قال سمعت السائب بن يزيد يقول إِنَّ الاَذَانَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ كَانَ اَوَّلُهُ حِيْنَ يَجْلِسُ الإِمَامُ يَوْمَ الجْمُْعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رضي الله عنهما فَلَمَّا كَانَ فِيْ خِلَافَةِ عُثْمَانَ بن عَفّاَنَ رضي الله عنه وَكَثُرُوْا اَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْاَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ( صحيح البخارى )
Dari Al-Zuhri, ia berkata, “Saya mendengar dari Al-Sa’ib bin Yazid, beliau berkata : “Sesungguhnya adzan di hari Jum’at pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA, dan Umar RA dilakukan ketika Imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura; (nama pasar), maka tetaplah perkara tersebut (sampai sekarang). (Shahih Bukhari, 865).[1]
Apa yang dilakukan Sahabat Utsman RA tersebut adalah ijma’ sukuti karena para sahabat yang lain tidak menentang kebijakan tersebut. Oleh sebab itu kita dianjurkan untuk mengikuti ijtihadnya Sahabat Utsman RA, yaitu mengumandangkan adzan dua kali. ’Mengikuti ijtihad Sahabat Utsman ra dan sahabat-sahabat yang lain adalah perintah Rasulullah SAW. Hal ini sesuai dengan Hadits :
فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيْنَ
“Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa’ Al-Rasyidin sesudahku (Musnad Ahmad bin Hambal, 16519).[2]
2. Bilal
Bilal atau muraqqi adalah termasuk amalan yang dianjurkan, sebab hal ini pernah dilakukan Rasulullah SAW.
Syekh Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitab Tanwirul Qulub hal. 179 mengatakan : Menjadikan seorang sebagai muraqqi/bilal pada hari Jum’at baru dilakukan pada abad pertama hijriyah. Namun sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menyuruh sesorang untuk meminta perhatian orang banyak agar menyimak khutbah beliau di Mina ketika haji wada’. Inilah sebenarnya hakekat bilal/muraqqi itu, sehingga pelaksanaannya sama sekali tidak bisa digolongkan sebagai bid’ah........ “[3]
Sesuai dengan perkataan Syekh Muhammad Amin al-Kurdi ini, maka yang dianjurkan untuk dibaca oleh seorang bilal/muraqqi adalah hadits yang berkaitan dengan peringatan itu. Misalnya :
عن ابي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ " اَنْصِتْ " وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Apabila engkau katakan kepada temanmu pada hari Jum’at “diam (dengarkan khutbah)” sewaktu imam berkhutbah, maka sesungguhnya sia-sialah jum’atannya. (HR Bukhori 882)[4]
Dengan demikian muraqqi/bilal Jum’at tidak dilarang dalam agama, bahkan dianjurkan, karena ada tujuan terpuji dibalik pelaksanaannya, dan Rasulullah juga pernah melakukannya.
3. Khatib Memegang Tongkat
Memegang tongkat bagi khatib ketika berkhotbah adalah sunnah, karena Rasulullah juga pernah melakukannya. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW :
عن سعيد بن عائد : اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا خَطَبَ فِي الْحَرْبِ خَطَبَ عَلَى قَوْسٍ وَإِذَا خَطَبَ فِيْ الْجُمْعَةِ خَطَبَ عَلَى عَصًا[5]
Diriwayatkan dari Sa’id bin A’idz: “Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika berkhutbah dalam kondisi perang beliau memegang busur panah. Dan manakala berkhutbah untuk shalat Jum’at beliau memegang tongkat”. (Sunan Ibn Majah, 1096).
عن شعيب بن زريق الطائفي قال شَهِدْنَا الْجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا اَوْ قَوْسٍ ( رواه ابو داود)
Dari Syu’aib bin Zuraiq al-Tha’ifi ia berkata : “Kami menghadiri shalat Jum’at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur panah.” (Sunan Abi Dawud, 824)[6]
KESIMPULAN :
1. Berdasarkan yang pernah diperintahkan Sahabat Utsman bin Affan ra, adzan Jum’at dua kali disunnahkan. Karena mengikuti Khulafaurrasyidin adalah perintah Nabi SAW.
2. Muraqqi / bilal jum’at tidak dilarang, bahkan dianjurkan.
3. Bagi Khatib disunahkan memegang tongkat
[1] Shahih Bukhari, CD, , (hadits no 865), dalam KH. Muhyiddin, Fiqih Tradisional, Surabaya, Khalista, 2005, hal. 124
[2] Musnad Ahmad bin Hambal, CD, hadis ke 16519, dalam KH. Muhyiddin, Fiqih Tradisional, Surabaya, Khalista, 2005. hal. 126
[3] Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, Tanwirul Qulub, Darul Kutub Al-Arabiyah Indonesia, tt,
[4] Shahih Bukhari, CD, , (hadits no 882), dalam KH. Muhyiddin, Fiqih Tradisional, Surabaya, Khalista, 2005, hal. 126
[5] Sunan Ibn Majah I, Beirut, Dar el Fikr, tt. Hal. 354 Hadis ke 1107
[6]Imam Muhammd bin Ismail As-Shan’ani, Subulus Salam II, Beirut, Al-Maktabah Al-Ashriyah, 2000, hal. 124 dan juga dalam KH. Muhyiddin, Fiqih Tradisional, Surabaya, Khalista, 2005, hal. 130

Tidak ada komentar: