27 April 2009

Hasyim: Seluruh Jajaran NU Perlu Mawas Diri

Jakarta, PCLTN Online
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi meminta para pengurus NU di seluruh tingkatan, para ulama, pengasuh pondok pesantren dan segenap warga NU untuk mawas diri atau melakukan introspeksi terhadap kekhilafan serta keteledoran, yang saat ini telah menurunkan martabat perjuangan dan melemahkan persaudaraan NU.

“Kesalahan ini umumnya terjadi akibat perpecahan yang disebabkan kepentingan-kepentingan sesaat,” katanya kepada NU Online, Senin (27/4).

Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan adalah maraknya money politic yang beredar dalam setiap pemilu di segala tingkatan. Pengasuh pesantren Mahasiswa Al Hikam Malang ini menilai perilaku ini berakibat sangat buruk karena dapat merenggangkan hubungan antara ulama dan umat serta terjadinya fitnah yang menjauhkan pemimpin dan rakyatnya dan menghilangkan sifat jujur dan amanah dari pemberi money politic karena telah merasa membeli kiai dan ummatnya.

“Pada gilirannya, bangsa ini akan dipimpin oleh kesewenang-wenangan serta perselingkuhan politik yang tak bertanggung jawab,” tandasnya.

Meskipun demikian, sebuah pemberian dari fihak lain tak selamanya harus ditolak. “Kita tetap boleh menerima pemberian, tetapi bukan yang menghancurkan perjuangan dan merusak moral,” tegasnya.

Bahaya lain yang dihadapi NU adalah atheisme, komunisme, dan ekstrimisme yang bertentangan dengan garis moderasi NU. Selain itu juga liberalisme pemikiran keagamaan yang merusak sendi-sendi keimanan, syariat serta budaya religi nahdliyyin yang nantinya akan memotong garis hidup (lifeline) perjuangan NU.

“Muktamar NU ke-32, Januari 2010 di Makassar harus mampu menyelamatkan NU dari faham ekstrim kanan dan kiri, tatorruf tasyaddudi dan tathorruf tasyahuli serta bersih dari intervensi fihak manapun,” tandasnya.

Baca Hizib Nasr

Hasyim juga menuturkan, dalam pertemuan di pesantren Langitan yang dihadiri oleh para ulama, pengurus NU, MUI dan warga NU yang berlangsung pada hari Sabtu, 25 April 2008 lalu menyerukan agar seluruh jajaran NU merapatkan barisan dan terus beristighfar dan membaca hizib nasr secara berjamaah dan kembali dalam bimbingan NU sesuai dengan prinsip imarah agar umat tidak tersesat dalam situasi yang memburuk akibat carut marutnya negara yang disebabkan oleh pertikaian antar pemimpin.

“Sudah terbukti berkali-kali, jalan sendiri-sendiri dan tidak disiplin telah membuahkan kegagalan dan kerusakan dimana-mana. Semoga Allah melindungi kita dan Indonesia, amiin,” imbuhnya.
Tak lupa, ia juga mengingatkan agar warga NU diminta tidak memilih orang atau golongan yang kalau besar akan merusak NU. (nuo/lih)

09 April 2009

Masyarakat Ponorogo Sambut Pileg 2009



Ponorogo, fatayatpo online
Masyarakat Ponorogo Jawa Timur sangat antusias mengikuti Pileg (Pemilu Legislatif) tahun 2009, Kamis 9 April 2009. Bahkan mereka sejak 07.00 setelah acara dimulai sudah berdatangan untuk menggunakan hak pilihnya. Dari pantauan kontributor fatayatpo online, masyarakat Ponorogo sudah berduyun-duyun ke Tempat Pemungutan SUara (TPS) sejak pagi. Mereka rela antri dengan berdiri untuk bisa memberikan hak suaranya. Tak ketinggalan Ketua Umum Pengurus Cabang Fatayat NU Ponorogo, Roudlotun Nikmah, juga menggunakan hak mencontrengnya.
Dibawah ini gambar menunjukkan Bu Nyai Saudah Ponpes Jenes ikut menyontreng, sedangkan gambar diatas Ketua PC Fatayat NU Ponorogo dan Lurah Brotonegaran Posedang memasukkan surat suara. (ma)

PBNU Meminta Nahdliyyin Pilih Pemimpin Jujur dan Anti Money Politic

Jakarta, LTNNU Online
Dalam pelaksanaan pemilu yang akan berlangsung 9 April besok, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi meminta akan warga NU menggunakan hak pilihnya dan memilih calon legislatif yang mengutamakan kejujuran.

“Politik yang paling tinggi adalah kejujuran, bukan permainan. Ini kenegarawanan yang tinggi, kalau hilang, kepercayaan masyarakat hilang, sehingga akan terjadi malapetaka di negeri ini,” katanya di gedung PBNU, Rabu (8/4).

Dikatakannya, kalau masyarakat memilih calon pemimpin yang menghamburkan uang, dikhawatirkan, nanti mereka akan mengabaikan masyarakat karena sudah merasa membeli suara sehingga suara rakyat akan diacuhkan.

“Kalau pemimpin yang terpilih yang menghamburkan banyak uang, biasanya uangnya tak halal sehingga akan tampil menjadi pemimpin yang abu-abu. “Kalau masyarakat tuntutannya pemimpin yang banyak uang, maka akan ketemu pemimpin yang tidak jujur,” imbuhnya.

Mengenai berbagai kekurangan yang masih menghantui proses pemilu ini, Hasyim berharap hal ini terus diperbaiki sambil berjalan. Pemilu yang sudah berlangsung berkali-kali juga mengandung berbagai kelemahan dan apa yang dulu tidak dipersoalkan kini dianggap kecurangan yang harus diperbaiki, yang pada akhirnya akan menuju pemilu yang bersih dan rapi.

“Pemilu bukan tujuan, demokrasi juga bukan tujuan, tetapi alat menuju keadilan, kesejahteraan dan kesetaraan. Tetapi pemilu dan demokrasi sebagai alat merobek bangsa ini, sarana telah merubah dan merobek tujuan. Apapun kekurangan pemilu merupakan sarana dan secara berjalan terus kita perbaiki,” tandasnya.

Partisipasi masyarakat menurutnya sangat penting untuk menggambarkan representasi rakyat secara keseluruhan.

“Jangan golput, karena kalau golput terjadi dalam ukuran yang besar, maka minoritas yang utuh akan merepresentasikan mayoritas yang tidak mencoblos. Dan itu bisa disebut merepresentasikan pemilu,” terangnya. (mkf)

07 April 2009

PWNU Jatim Matangkan Konsep Baru Khittah

Surabaya, LTNNU Online
Perkembangan politik di Indonesia beberapa waktu terakhir membuat kalangan Nahdlatul Ulama (NU) melakukan tawar menawar dengan keputusan Khittah 1926. Untuk memperjelas posisi NU ini, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur berusaha mematangkan konsep baru menyangkut posisi NU dengan politik.

KH Abdurrahman Navis, salah satu anggota tim penggodok konsep hubungan NU dengan partai politik dan pola rekrutmen politik di NU, Senin (6/4) menuturkan, draf akademik konsep tersebut sudah selesai.

Dalam naskah akademik itu terdapat beberapa kecenderungan warga NU dalam memposisikan diri dengan parpol. Yakni, memegang teguh khittah NU secara murni dan tanpa tawar menawar, menjalin hubungan secara jelas dengan parpol melalui kesepakatan tertentu, serta berdiri menjadi parpol seperti masa 1955.

“Tapi ini masih kecenderungan dalam draf akademik dan belum kita masukkan dalam usulan atau rekomendasi,” tuturnya.

Pengasuh ponpes Nurul Huda ini memaparkan, keputusan untuk melakukan analisa ulang terhadap khittah NU bukan merupakan penafsiran ulang. Proses penelaahan kembali khittah NU itu didasarkan pada perkembangan politik kebangsaan saat ini.

“Kelahiran khittah kan pada masa orde baru. Sekarang masanya sudah reformasi, nah kita ingin ada analisa kembali,” paparnya.

Dalam draf akademik tersebut juga terdapat pembacaan atas realitas warga NU saat ini menyangkut proses rekrutmen parpol pada warga Nahdliyin.

Menurut KH Abdurrahman Navis, ada wacana tidak diperbolehkannya pengurus NU di seluruh jenjang untuk merangkap jabatan politik. Namun, ada juga suara pemakluman bagi parpol yang ingin merekrut pengurus NU, namun hal itu harus melalui rekomendasi dari mandataris NU terlebih dahulu.

“Semua kecenderungan ini akan kita godok lagi dan mudah-mudahan sudah tuntas Mei nanti untuk dibawa di arena Muskerwil,”imbuhnya.(dumas/mad)

06 April 2009

Menkominfo Minta Pesantren Perluas Akses Informasi Internet

Lebak Banten, PCLTNNU Online
Menteri Komunikasi dan Informasi M Nuh dalam kunjungannya ke pesantren Daar El Azhar, Kamis (3/4) meminta agar kalangan pesantren perluas akses informasi, khususnya dengan perkembangan internet yang memungkinkan santri memperoleh pengetahuan secara luas untuk pengembangan pribadi dan sosial.

“Seperti di Ponpes Daar El Azhar yang sekarang memiliki website, itu sangat penting untuk sebuah informasi kepada masyarakat luas. Bahkan dengan jaringan internet yang dimiliki ponpes ini, maka informasi tentang pengetahuan umum lain dapat diketahui pula oleh warga ponpes,” katanya.

Kehadiran Menkominfo adalah dalam rangka sosialisasi Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada kesempatan tersebut, juga diresmikan salah satu gedung fasilitas pesantren.

Usai mensosialisasikan undang-undang yang dimaksud, Muhammad Nuh memberikan apresiasi terhadap seluruh pengelola ponpes di Lebak, yang dinilainya telah membantu program peningkatan pendidikan dan program peningkatan keimanan terhadap anak usia sekolah.

“Harus kita akui bahwa keberadaan ponpes sangat dibutuhkan di negeri tercinta ini. Keberadaannya tidak hanya mendidik santri atau masyarakat di bidang keagamaannya, tetapi juga di bidang pendidikan umum,” terangnya.

Dikatakannya, Sejak awal pertumbuhannya pondok pesantren memiliki fungsi, pertama menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan tafaqquh fiddin yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia, kedua dakwah menyebarkan agama Islam, dan ketiga sebagai benteng pertahanan umat dalam bidang akidah dan akhlak. (zen)

04 April 2009

PBNU Miris Pejabat Negara Kampanye

Jakarta, LTNNU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merasa miris melihat pejabat negara berkampanye untuk golongan tertentu, meski diperbolehkan undang-undang, mengingat posisinya harus mengayomi semua golongan.

Untuk itu, kata Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi di Jakarta Sabtu, ke depan perlu dibuat aturan yang mengatur dan memilah secara tegas antara kegiatan negarawan dan politisi.

"Saya berharap DPR RI hasil Pemilu 2009 segera membuat aturan perundangan yang mengatur dan memilah antara kegiatan atau gerakan politisi dan negarawan," katanya.

Memang, kata Hasyim, aturan itu mungkin menimbulkan kerugian bagi partai, namun demi kepentingan yang lebih besar tidak ada salahnya dilakukan.

Sekarang ini, lanjutnya, masih kacau antara presiden, wakil presiden, menteri, dan pejabat daerah dalam penampilannya berkampanye politik.

"Apakah sebagai politisi golongan atau negarawan, karena negarawan adalah milik semua rakyat sementara politisi berfaset golongan," katanya.

Menurut Hasyim, selain tidak baik bagi pendidikan politik bagi rakyat, pejabat negara yang melakukan aktivitas kepartaian juga bisa mengganggu integrasi birokrasi, bahkan posisi jejaring birokrasi bisa tercabik-cabik karena kepentingan politik.

Dikatakannya, seorang presiden datang ke daerah bisa tidak ditemui oleh kepala daerah karena partainya berbeda atau berseteru.

"Dan yang lebih berbahaya lagi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk kepentingan orang serta golongan politik," katanya.

Dalam suasana kampanye seperti ini, kata Hasyim, Indonesia seakan-akan menjadi negara tanpa pemerintahan karena seluruh negarawan atau pejabat negara memperjuangkan golongan sehingga sentuhan terhadap rakyah secara utuh juga hanya "seolah-olah".

"Karena para pemimpin berbuat `seolah-olah` maka rakyat menjadi hilang ketulusan partisipasinya," katanya.

Seharusnya, lanjut Hasyim, loyalitas kepada golongan berhenti ketika loyalitas kepada negara dimulai. Sementara yang terjadi di Indonesia loyalitas terhadap negara "sementara" berhenti ketika loyalitas kepada golongan dimulai.

Semestinya, kata Hasyim, seorang yang sedang menjadi pejabat negara tidak boleh lagi bertindak untuk kepentingan golongan tertentu. Kampanye biar dilakukan oleh partai. "Kampanye biar dilakukan pejabat partai yang tidak menjadi pejabat negara," katanya.(mad)

Masdar: Tak Perlu Dikotomi Kultural-Struktural NU

Ygyakarta, LTNNU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi meminta berbagai elemen warga NU (Nahdiyin) untuk tidak mengidentifikasi diri ke dalam kelompok kultural maupun struktural NU. Kelompok kultural sering diidentikkan dengan Nahdliyin yang mengamalkan tradisi-tradisi Ahlussunnah wal Jamaah, sementara yang stuktural adalah Nahdliyin yang aktif dalam keorganisasian NU.

”Sudahlah, hentikan pembicaraan kultural struktural. Jangan sampai ada yang mengatakan ’Ah saya ini NU kultural saja’,” kata Masdar di depan para peserta Halaqah Nasional Alim Ulama NU bertema Etika Politik dan Visi Kebangsaan Khittah NU, di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta, Kamis (2/4).

Menurutnya, beberapa elemen Nahdyiyin yang mengaku sebagai warga kultural perlu meredefinisi diri. NU, katanya, adalah sebuah organisasi struktural yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ary.

”Kalau kultural saja seperti mengadakan maulid Nabi, tahlil, atau membaca doa qunut tanpa NU pun sudah ada. Struktur tanpa tahlil ya tidak akan kokoh. Sementara tahlil tanpa struktur ya ia cuma kebetulan saja, given, tanpa harus ada NU,” tambahnya.

Dikatakannya kultural mengacu pada kaidah al-muhafadzah alal qadimis shalih atau memelihara tradisi lama yang baik, dan sturktural atau pendirian organisasi NU adalah al-akhdzu bil jadidil ashlah atau mengambil hal baru yang lebih baik. Kedua hal ini saling terkait dalam kontek Nahdliyin.

Lebih dari pendekatan dikotomis kultural-struktural, menurut Masdar, Nahdliyin harus memperkuat keorganisasian NU, dan masjid menjadi prasyarat untuk melakukan itu.

”Masjid harus menjadi basis NU di masa depan. Tiap masjid dibentuk kepengurusan. Nanti para pemudanya bergabung dengan Ansor, pelajarnya dengan IPNU atau IPPNU, dan seterusnya,” katanya.

Dengan begitu Nahdliyyin juga akan dekat dengan para pengurus NU. Nahdyin bisa bertemu dengan Rais Syuriahnya kapan saja asal ia pergi ke masjid, dan menyampaikan pertanyaan atau usulan apa saja.

”Jadi dengan begitu NU ini sumbernya adalah umat dan basisnya di tempat yang paling di berkahi yakni masjid-masjid. Maka mulai sekarang kita perlu memasang gambar NU tidak hanya di rumah-rumah, tetapi di masjid-masjid,” katanya. (nam)

03 April 2009

NU Lahir karena Merespon Dua Penjajahan Besar

Yogyakarta, LTN-reog Online
Nahdlatul Ulama (NU) lahir karena merespon dua bentuk penjajahan besar, yakni penjajahan dalam keberagamaaan oleh kelompok Wahabi dan penjajahan politik dan ekonomi oleh Belanda.

Hal tersebut disampaikan Pemangku Jabatan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Yogyakarta Prof KH Mohammad Maksum saat memberikan sambutan dalam acara Halaqah Nasional Alim Ulama NU bertema ”Etika Politik dan Visi Kebangsaan Khittah NU” di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta, hari ini, Kamis (2/4).

”Penjajahan keberagamaan dilakukan oleh kelompok Islam global Wahabi yang mengkampanyekan ajaran tajdid, selalu menganggap bid’ah dan mengkafirkan kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia. Penjajahan lainnya dilakukan oleh Belanda dan berdirinya NU menjadi bagian dari gerakan kebangkitan nasional,” katanya.

Ditambahkannya, NU terus memainkan peranan yang cantik seusai dideklarasikan pada 31 Januari 1926, pada masa kemerdekaan dan beberapa era pergantian kepemimpinan Indonesia.

Menurut professor bidang pertanian ini, pada era reformasi sekarang NU tidak hanya berhadapan dengan dua penjajahan. Penjajahan ketiga, katanya, dilakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri.

”Penjajahan ketiga adalah penjajahan domestik yang dilakukan oleh negara sendiri karena saat ini tidak mampu membangun filter dari dua penjajahan besar tadi,” katanya. (nam)

02 April 2009

Suara Nahdliyyin untuk PKB dan PKNU

Kediri, LTN-reog Online
Pada pemilu 9 April mendatang, suara warga Nahdlyiin diperkirakan akan mengalir kepada dua partai politik (parpol), yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).

Demikian dinyatakan Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Kediri, M. Wildan Mukholladun dalam acara Dialog Kandidat Berbasis Daerah Pemilihan, di Gedung PCNU Kediri, Rabu (1/4).

Selain itu dia juga menyerukan kepada kaum Nahdliyin untuk menyalurkan suara mereka saat pemilu mendatang, tentunya bagi yang sudah memiliki hak pilih.

Acara ini dihadiri oleh calon anggota legislatif (caleg) dari PKB yang diwakili oleh Halim Mustofa dan Partai Gerindra oleh Sony Sumartono.

Menurut Wildan, dua parpol tersebut dihadirkan karena memang para pendiri parpol tersebut terdapat tokoh-tokoh NU. Karenanya, pernyataan Wildan ini mengundang perhatian peserta yang hadir.

Lebih lanjut, Wildan menambahkan, beberapa kader PKB kubu Gus Dur mengalihkan suaranya ke Partai Gerindra adalah karena sama-sama ada kaum nahdliyin di dalamnya. (min)

Aplikasi Hisab Disarankan Gunakan Program Exce

Malang, PCLTN-reog Online
Forum Kajian Falak (FKF) Jawa Timur menyarankan penghitungan rumus-rumus hisab dengan menggunakan program excel. Dengan excel para penggiat hisab bisa memasukkan rumus rumus hisab yang panjang hampir tanpa batas, tergantung besarnya memori yang terpasang di komputer.

FKF sendiri telah mengadakan Pelatihan Aplikasi Hisab Falak Pesantren dan Perguruan Tinggi Se-Jawa Timur dengan menggunakan program Excel di Auditorium Ma'had Sunan Ampel Al-Aly, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Mailk Ibrohim, Malang, pada 29 Robiul Awal - 2 Robiul Akhir 1430H / 27-29 Maret 2009 M.

”Pelatihan bertujuan untuk memperkenalkan formula-formula excel dalam aplikasi hisab,” kata Abdul Moeid Litbang FKF Jatim yang ikut memprakarsai pelatihan ini.

”Selama ini kita bisa menggunakan kalkulator FX-4500 PA, FX-350 HB, Karce KC-131, maupun kalkulator scientific lainnya. Akan tetapi akan lebih akurat jika kita menggunakan excel, karena nilai-nilai di belakang koma yang lebih banyak daripada kita menggunakan kalkulator,” tambahnya.

Dengan excel pula para penggiat hisab bisa menampilkan hasil perhitungan dengan menggunakan grafik, sehingga bentuk hilal bisa ditampilkan sesuai dengan persentasi fraction illuminationnya.

Pada pelatihan aplikasi hisab falak di UIN Malang beberapa ahli hisab program komputer dihadirkan antara lain RM Khotib Asmuni yang juga Ketua FKF Jawa Timur, Imam Suprayogo, Abdus Salam Nawawi, M. Murtadlo, RM Khotib Asmuni, Hendro Styanto, M. Izzuddin, Khoirul Aziz, Nur Aini Rahmawati, M. Sholeh dan Abdul Moeid. (nam)

Tim PKNU temukan 73.000 lebih NIK Ganda di Dapil VI Jateng

Magelang, PCLTN-REOG Online
Tim PKNU Dapil VI yang meliputi Kabupaten dan Kota Magelang, Wonosobo, Temanggung dan Purworejo mendapati sekitar lebih dari 73.000 Nomor Induk Kependudukan (NIK) Ganda. Khusus untuk Kabupaten Magelang ditemukan sekitar 43.000 NIK Ganda

Penemuan ini terungkap setelah Tim melakukan crosscheck terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan KPU. Kasus yang ditemukan diantaranya satu NIK digunakan oleh lebih dari satu nama pemilih berbeda, satu NIK digunakan oleh lebih dari orang dengan nama yang sama dengan TPS berbeda dan satu NIK digunakan oleh lebih dari satu orang dengan nama sama pada TPS yang sama.

Hal ini sangat bertentangan dengan dengan UU Kependudukan dan Peraturan Pemerintah yang menyatakan tidak adanya NIK diperbolehkan adanya NIK Ganda sekaligus hal ini menyebabkan kerawanan terjadi kecurangan dan penggelembungan perolehan suara dalam Pemilu 2009 mendatang.

Berangkat dari temuan tersebut, Tim PKNU Kabupaten Magelang menindaklanjuti dengan melalakukan klarifikasi ke Kantor KPU Kab. Magelang pada 30 Maret 2009.

“Nawaitu kita adalah membantu KPU serta menjaga kejujuran dalam rangka mensukseskan Pemilu 2009 bukan mencari siapa yang benar dan siapa yang salah,” kata Sonny Wicaksono selaku ketua Tim di kediaman Mbah Dur (KH Abdurrahman Chudlori) di Ponpes API Tegalrejo sesaat sebelum berangkat ke Kantor KPU di Kota Mungkid.

Sementara menurut KPU Kab. Magelang Majidun, keberadaan NIK Ganda tersebut sebagai ekses dari belum terselesaikannya pekerjaan Instansi terkait dalam melakukan pendataan penduduk. Masih menurut Majidun, KPU tidak memiliki wewenang untuk memberikan, merubah ataupun menambah NIK bagi setiap pemilih tetap.

“Kami menerima data tersebut dan telah kami laksanakan prosedur sesuai petunjuk. Jika NIK ganda tersebut kemudian kita permasalahkan, maka ribuan penduduk yang (sampai saat ini) belum memiliki NIK akan terhapus hak suaranya,” katanya.

“Kami telah melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap permasalahn ini dengan memerintahkan kepada PPS melakukan penelitian di daerah masing-masing. Selain itu undangan hanya akan diberikan kepada satu orang meski terdapat dua nama tercantum di DPT sepanjang dua nama tersebut ternyata hanya dimiliki satu orang saja” demikian klarifikasi KPU Kabupaten Magelang.

Melihat kenyataan itu, satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk menghindari kecurangan dan penggelembungan suara dalam PEMILU 2009 mendatang adalah dengan menyiapkan saksi secara sungguh-sungguh dan mengawal hasil perolehan suara hingga sampai di KPU. (mad)