04 April 2009

PBNU Miris Pejabat Negara Kampanye

Jakarta, LTNNU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merasa miris melihat pejabat negara berkampanye untuk golongan tertentu, meski diperbolehkan undang-undang, mengingat posisinya harus mengayomi semua golongan.

Untuk itu, kata Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi di Jakarta Sabtu, ke depan perlu dibuat aturan yang mengatur dan memilah secara tegas antara kegiatan negarawan dan politisi.

"Saya berharap DPR RI hasil Pemilu 2009 segera membuat aturan perundangan yang mengatur dan memilah antara kegiatan atau gerakan politisi dan negarawan," katanya.

Memang, kata Hasyim, aturan itu mungkin menimbulkan kerugian bagi partai, namun demi kepentingan yang lebih besar tidak ada salahnya dilakukan.

Sekarang ini, lanjutnya, masih kacau antara presiden, wakil presiden, menteri, dan pejabat daerah dalam penampilannya berkampanye politik.

"Apakah sebagai politisi golongan atau negarawan, karena negarawan adalah milik semua rakyat sementara politisi berfaset golongan," katanya.

Menurut Hasyim, selain tidak baik bagi pendidikan politik bagi rakyat, pejabat negara yang melakukan aktivitas kepartaian juga bisa mengganggu integrasi birokrasi, bahkan posisi jejaring birokrasi bisa tercabik-cabik karena kepentingan politik.

Dikatakannya, seorang presiden datang ke daerah bisa tidak ditemui oleh kepala daerah karena partainya berbeda atau berseteru.

"Dan yang lebih berbahaya lagi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk kepentingan orang serta golongan politik," katanya.

Dalam suasana kampanye seperti ini, kata Hasyim, Indonesia seakan-akan menjadi negara tanpa pemerintahan karena seluruh negarawan atau pejabat negara memperjuangkan golongan sehingga sentuhan terhadap rakyah secara utuh juga hanya "seolah-olah".

"Karena para pemimpin berbuat `seolah-olah` maka rakyat menjadi hilang ketulusan partisipasinya," katanya.

Seharusnya, lanjut Hasyim, loyalitas kepada golongan berhenti ketika loyalitas kepada negara dimulai. Sementara yang terjadi di Indonesia loyalitas terhadap negara "sementara" berhenti ketika loyalitas kepada golongan dimulai.

Semestinya, kata Hasyim, seorang yang sedang menjadi pejabat negara tidak boleh lagi bertindak untuk kepentingan golongan tertentu. Kampanye biar dilakukan oleh partai. "Kampanye biar dilakukan pejabat partai yang tidak menjadi pejabat negara," katanya.(mad)

Tidak ada komentar: